SUARA INDONESIA JOMBANG

Humas RSUD Jombang Ingatkan Pentingnya Pemahaman OMA

Gono Dwi Santoso - 10 December 2022 | 14:12 - Dibaca 1.02k kali
Kesehatan Humas RSUD Jombang Ingatkan Pentingnya Pemahaman OMA
Dialog Talk show RSUD Jombang menyapa Pentingnya Pemahaman OMA (Otitis Media Akut) Bagi Masyarakat ,Kamis (08/12/2022)

 JOMBANG - Humas Rumah Sakit Daerah (RSUD) Jombang adakan talk show dengan tema , Otitis Media Akut (OMA) diadakan lantai 2 RSUD Jombang, Kamis ( 08/12/2022).

Pentingnya bagi masyarakat kenali sedini mungkin tentang penyakit OMA.

Dimana dalam talk show tersebut di kupas tuntas oleh narasumber yang kompeten.

dr Purnaning Wahyu Prabarini Sp.THT - KL menjelaskan kepada masyarakat tentang definisi Otitis media akut (OMA) merupakan peradangan akut sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Purnaning menjelaskan tentang Epidemiologi OMA dimana anak-anak lebih sering mengalami OMA dibandingkan dengan orang dewasa. Frekuensi paling tinggi antara umur 6-24 bulan.

"Banyak ditemukan pada anak-anak dibawah 6-7 tahun, dari beberapa penelitian ditemukan bahwa populasi terbanyak yang menderita OMA adalah anak-anak," tambahnya.

Dr Purnaning menjelaskan, hal ini dikarenakan oleh keadaan anatomi Tuba Eustachius pada anak-anak lebih pendek dan lebih horizontal dibandingkan dengan orang dewasa. 

" Selain itu, anak-anak memiliki system imunitas yang belum sempurna sehingga lebih mudah menderita infeksi dibandingkan dengan usia yang lebih tua," tambahnya.

Dr Purnaning menjelaskan terkait Etiologi Otitis media dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Virus yang berperan adalah respiratory syncytial virus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, dan adenovirus.

Bakteri yang berperan adalah Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus. 

"OMA biasanya diawali dengan ISPA terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mahardika _et _al_ . 63 kasus dari 77 kasus OMA yang sebelumnya menderita ISPA terlebih dahulu," urainya.

Dr Purnaning menambahkan,Virus atau bakteri yang menyebabkan ISPA dapat menimbulkan inflamasi pada nasofaring dan gangguan fungsi dari tuba Eusthacius. Tuba Eusthacius tersumbat, sehingga terjadi tekanan negative pada telinga tengah. 

"Tekanan negative ini memfasilitasi masuknya virus atau bakteri pathogen ke dalam rongga telinga tengah dan menyebabkan inflamasi telinga tengah," tambahnya.

Patogenesis Otitis media dimulai sebagai proses inflamasi setelah infeksi virus pada saluran pernapasan atas yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, mukosa telinga tengah, dan saluran Eustachius.

Edema yang disebabkan oleh proses inflamasi ini menyebabkan oklusi tuba Eustachius. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan negatif di telinga tengah, inflamasi dan transudasi cairan ke dalam telinga tengah. 

Peningkatan eksudat dari mukosa yang meradang, dan penumpukan sekresi mukosa, yang memungkinkan kolonisasi organisme bakteri dan virus di telinga tengah.

Pertumbuhan mikroba ini di telinga tengah kemudian menyebabkan cairan yg awalnya serous menjadi purulen di ruang telinga tengah. Hal ini ditunjukkan secara klinis oleh membran timpani yang menonjol atau eritematosa dan cairan telinga tengah purulen. 

Stadium OMA , Oklusi Tuba ,tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah. 

Stadium hiperemis , pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis. 

Stadium Supurasi. Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri ditelinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, dan nekrosis mukosa dan submukosa.

 Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. 

Bila tidak dilakukan insisi membrane timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.

Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan lebih mudah menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat rupture (perforasi) tidak mudah menutup kembali. 

Stadium Perforasi, karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.

Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi .

Stadium Resolusi, bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan -lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus selama lebih kurang 2 bulan, atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi. 

Diagnosis dan Gejala Klinis. Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. 

Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar.

Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5"C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang - kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. 

Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. 

Penurunan pendengaran merupakan salah satu gejala klinis dari OMA. Selain itu, telinga berdengung juga merupakan salah satu gejala klinis yang sering diderita oleh orang dengan OMA. 

Pemeriksaan Penunjang. Tidak ada pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis otitis media. Untuk mendiagnosis otitis media hanya melihat dari pemeriksaan fisik menggunakan otoskop.

Tatalaksana pengobatan pada OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.

Untuk ini diberikan decongestan, bisa berupa tetes hidung :obat tetes hidung. HCI efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCI efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa, atau oral. Selain itu sumber infeksi harus diobati. 

Terapi pada stadium pre-supurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.

Stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. 

Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). 

Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu kurang lebih 2 mgg.

Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani berangsur bisa menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani.

Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. 

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret di telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK), terangnya.

Dr Purnaning menambahkan, prognosis, kematian akibat OMA jarang terjadi di era kedokteran modern. Dengan terapi antibiotik yang efektif, tanda-tanda sistemik demam dan nyeri lokal akan menghilang dalam waktu 48 jam. Efusi telinga tengah dan gangguan pendengaran konduktif dapat diperkirakan bertahan lebih lama.

Komplikasi ,karena susunan struktur yang kompleks di dalam dan di sekitar telinga tengah, komplikasi yang telah berkembang menjadi sulit untuk diobati. Komplikasi dapat dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. 

Komplikasi intratemporal termasuk :Hearing loss, MT perforasi, OMSK, Mastoiditis, Labyrinthitis, Facial paralysis.Komplikasi intracranial termasuk :Meningitis,Subdural empyema,Brain abscess, Extradural abses,Otitic hydrocephalus, pungkasnya.(Adv).

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Gono Dwi Santoso
Editor : Lutfi Hidayat

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya